Pojok Teologi - Pengantar Surat Galatia

     Disclaimer: Saya juga masih belajar teologi. Maka dari itu saya masih terus belajar. Ini adalah hasil ketikan saya sendiri. Mohon maaf jika ada kekurangan ahahaha
_____________

   
    
A.    Pengantar
Surat yang ditulis oleh Paulus ini adalah sebuah usaha dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi pada jemaat di Galatia. Dalam penulisan surat ini, ia menujukan tulisan ini kepada jemat-jemaat di Galatia (ταις εκκλησιαις της Γαλατιας – to the chuches of Galatia) (Matera 1992, 19). Alkitab versi Terjemahan Baru Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul kitab ini “Surat Paulus kepada Jemaat di Galatia”.
Jemaat di Galatia bukanlah jemaat yang kecil. Paulus menujukan surat ini bukan kepada suatu komunitas saja, melainkan beberapa kongregasi-kongregasi yang tersebar di seluruh penjuru Galatia (Matera 1992, 19). Pada dasarnya, Paulus menulis surat tidak dengan tanpa alasan, melainkan surat itu berfungsi sebagai respon dia sebagai rasul terhadap sebuah permasalahan yang terjadi pada suatu jemaat. Dalam surat ini, Paulus mengekspresikan emosinya kepada jemaat di Galatia mengenai permasalahan yang terjadi di tengah mereka. Ada beberapa ayat yang sangat tegas menegur, sekaligus ayat yang lembut untuk menasehati mereka.
Selain berdasarkan sumber pustaka, dalam beberapa topik kami juga  berusaha menduga apa yang terjadi dengan memberikan beberapa argumen yang mungkin dapat menjadi topik diskusi yang menyenangkan pada kelas pengantar Perjanjian Baru.
B.     Galatia; Sejarah, Wilayah Kekuasaan, dan Kehidupan Religiusnya
Ada banyak ahli yang melakukan penyelidikan arkeologi secara luas di wilayah Asia kecil, salah satunya adalah Sir William Ramsay. Menurutnya, Galatia tidak hanya meliputi kerajaan purba Galatia di bagian utara Asia kecil, namun juga wilayah-wilayah selatan di Likaonia, yang lazim disebut sebagai Galatia Selatan (Drane 2016, 322).
Kerajaan purba bangsa Galatia terletak di pedalaman bagian utara dataran tinggi Asia Kecil. Lonjakan penduduk dalam daerah ini terjadi sekitar tahun 300 SM ketika keadaan Eropa Tengah tidak memungkinkan untuk orang Gaul dapat hidup disana, sehingga mereka berbondong-bondong bermigrasi ke daerah ini (Hillyer 1994, 321)
Kerajaan Purba Galatia ini bergabung dan menjadi daerah afiliasi kerajaan Romawi sekitar tahun 64 SM. Namun, setelah Amyntas, raja terakhir mereka meninggal, akhirnya status pemerintahan Galatia ini berubah menjadi sebuah provinsi dibawah pemerintahan kerajaan Romawi. Hal ini terjadi sekitar tahun 25 SM. Setelah menjadi provinsi kerajaan Romawi, wilayahnya pun berkembang. Batas teritorialnya tidak hanya mengikuti batas yang lama, namun berkembang dan menggabungkan diri dengan daerah-daerah lain seperti Pontus, Phyrgia, Lycaonia, Paphlagonia, dan Isauria (Douglas 1988, 400).
Pada zaman abad pertama, daaerah Galatia dibagi menjadi dua, yaitu Galatia utara dan selatan. Galatia utara mewakili masyarakat khas etnik Galatia itu sendiri, sedangkan daerah selatan merupakan masyarakat yang lebih majemuk daripada masyarakat daerah Galatia Selatan.
Sebelum injil masuk ke tengah-tengah masyarakat Galatia, kami menduga masyarakat Galatia mempunyai pandangan religius politeisme. Dalam pasal 4 ayat 8, Paulus mengatakan bahwa sebelum mereka mengenal Allah, mereka “memperhambakan diri kepada allah-allah”.

C.    Penerima Surat dan Perdebatannya
Seperti yang sudah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, Galatia dibagi menjadi dua wilayah besar. Persoalan yang timbul adalah daerah mana, yang dimaksd Paulus dalam pengiriman suratnya. Apakah Paulus mengirim surat kepada jemaat yang berada di bagian utara, ataukah jemaat di bagian selatan. Ada beberapa argumen yang dilontarkan oleh para ahli biblika dalam mengungkap apa daerah yang dimaksud Paulus. Secara tradisional, nama “Galatia” itu sendiri adalah gambaran dari daerah utara. Namun, apakah benar bahwa Paulus mengirim surat ini kepada jemaat di bagian Utara.
Menurut Kisah Para Rasul, Paulus memberitakan Injil di Galatia Selatan dalam perjalanan Misionernya yang pertama (Kis 13:14). Tetapi, dalam catatan itu tidak disebutkan secara akurat bahwa ia melakukan perjalanan itu ke selatan. (Hakh 2010, 169)
Berbeda dengan teori diatas, banyak ahli juga mendukung teori bahwa Galatia Utara adalah tempat yang sebenarnya dimaksud Paulus dalam suratnya. Memang, dalam Kisah Para Rasul 13:14, 16:1-8, 18:23, dilaporkan tentang perjalanan Paulus di Galatia Selatan. Tetapi ada kemungkinan juga bahwa laporan dalam Kisah Para Rasul bukanlah laporan yang lengkap dan terperinci tentang perjalanan misioner Paulus. Jadi, ada kemungkinan juga bahwa Paulus pernah memberitakan Injil di daerah Galatia utara, sebab ia menyapa jemaat sebagai “orang Galatia” (3:1) (Hakh 2010, 170)

D.    Waktu Penulisan dan Perdebatannya
Melalui pendekatan historis, ada beberapa kemungkinan waktu penulisan surat Galatia sehingga menimbulkan beberapa perdebatan yang tidak pernah menemukan titik temu yang akurat. Ada dua pembagian berdasarkan daerah tujuan surat itu sendiri, yaitu penduduk pada Galatia bagian utara dan Galatia bagian selatan. Masing-masing dari daerah tersebut mewakili tahun penulisan yang berbeda-beda. Penentuan secara akurat waktu penulisan surat ini memang sulit, karena dalam teks aslinya, Paulus tidak secara spesifik menyebutkan tujuan surat tersebut.
Kemungkinan yang pertama adalah surat tersebut dikirim ke daerah Galatia bagian utara. Jika surat ini dituliskan bagi mereka, maka, tidaklah mungkin ditulis sebelum tahun 50. Hal ini berpatokan dengan waktu perjalanan misioner Paulus yang kedua dimulai (Hillyer 1994, 322). Jika memang benar surat ini ditujukan kepada penduduk Galatia Utara, maka kemungkinan penulisan surat ini adalah setelah tahun 52 M, sekitar waktu perjalanan misioner Paulus ketiga dimulai dan ia mengunjungi Galatia untuk kedua kalinya. Hal ini didukung juga dengan acuan yang mengatakan bahwa Paulus terbukti sudah memberitakan Injil kepada mereka pada ‘pertama kali’ (lih. Gal 4:13) – harafiah, ‘ kali yang terdahulu’ (Yun. το προτερον)- (Hillyer 1994, 322).
Namun, ada kemungkinan yang lainnya jika surat ini dikirimkan kepada orang-orang yang berada di Galatia bagian selatan. Jika Paulus mengirim surat ini kepada orang-orang di wilayah tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa waktu penulisan surat bisa lebih awal dari tahun 50. Hal ini diperkuat dengan ungkapan “..begitu lekas..” (1:6) yang menggambarkan bahwa waktu penulisan surat ini tidak lama sesudah perjalanan misioner pertama Paulus dalam memberitakan Injil (sekitar tahun 47-48 M). (Hillyer 1994, 322).
E.     Latar Belakang Penulisan
Latar belakang dari penulisan surat ini adalah keprihatinan Paulus atas berbaliknya jemaat Galatia dari iman Kristen kepada Taurat. Hal itu adalah akibat dari adanya para pengacau yang ingin menghancurkan kehidupan para jemaat melalui beberapa aspek kehidupan, salah satunya tentang pedoman hidup.
F.     Struktur dan isi dalam Surat
1.      Salam (1:1-5)
Hampir seluruh surat-surat Paulus, entah ditujukan kepada seseorang atau jemaat, memakai salam pembuka yang mempunyai ciri khas tersendiri. Paulus sering memperkenalkan dirinya sebagai seorang rasul. Namun, ia juga memperkenalkan dirinya sebagai seorang tawanan atau seorang hukuman karena kesetiaannya kepada Kristus.[1]
Namun dalam surat ini, Paulus menyampaikan salam sangat berbeda dengan salam-salam yang ditulis Paulus dalam surat-surat kepada jemaat di lainnya. Marilah kita melihat Galatia 1:1 yang mengatakan :
Dari Paulus, seorang rasul, bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati

Dalam kitab ini, Paulus tidak menyebutkan rekan lain (seperti Timotius) dalam salam pembukanya, seperti dalam surat-surat lainnya. Tidak ada unsur lain dalam Peringkop Salam, seperti ungkapan syukur yang ditulis pada Surat 1 Tesalonika. (Marxen 2015, 43)
        Menurut kami, maksud dibalik penulisan salam ini tidak lain adalah ingin menyatakan secara tegas bahwa Paulus adalah rasul yang ditunjuk oleh Allah (δια Іησου Χριστου και θεου πατρος). Paulus menegaskan kerasulannya karena “Para pengacau” mengatakan kepada para jemaat Galatia bahwa Paulus adalah rasul palsu, sehingga Paulus harus mengklarifikasikannya dan menyatakan kerasulannya.

2.      Permasalahan pada Jemaat di Galatia (1:6-1:10)
Dalam surat ini, Paulus melihat sebuah masalah yang sedang melanda jemaat di Galatia. Paulus membicarakan mengenai sebuah injil lain[2]. Dalam suratnya, Paulus mengekspresikan keheranannya pada jemaat, karena jemaat dapat dengan mudah berbalik dari Tuhan dan mengikuti injil lain yang sebenarnya itu bukanlah sebuah injil (1:6-7). Paulus sangat terkoyak perasaannya, antara sedih, marah, dan heran karena orang-orang Galatia begitu cepat mundur hanya karena beredarnya injil-injil palsu (Marxen 2015, 44). Padahal, Paulus dan rekan-rekannya sudah mengatakan kepada mereka bahwa jangan menerima sebuah injil yang berasal dari orang lain (1:9) (Jacobs 1992, 19).

3.      Penegasan Paulus mengenai Dirinya dan Injil (1:11-2:14)
Dalam ayat 11 sampai ayat 12,, Paulus memperlihatkan bahwa Injil yang dibawa olehnya merupakan injil yang benar. (1:12). Paulus menyatakan bahwa di dunia ini hanyalah ada satu Injil yang berasal dari Kristus, yaitu Injil yang berasal dari penyataan Yesus. Tidak ada injil yang berasal dari tradisi oral, atau injil yang berasal dari karangan seseorang (Matera 1992, 50). Selain itu, Paulus juga mengisahkan dirinya perjalanannya sebagai seorang rasul. Namun, tujuan dari penulisan perjalanan hidupnya bukanlah memberikan infomasi mengenai hidupnya sendiri, tetapi untuk membela Injilnya yang berasal dari penyataan Yesus sendiri. (Jacobs 1992, 22).
Dalam topik ini, Paulus menjelaskan secara panjang mengenai Riwayat panggilannya menjadi seorang rasul (1:11-24). Ia menceritakan bahwa Allah-lah yang membuat dia berubah. Sudah dikatakan, bahwa dalam riwayat panggilannya ini berasal dari Allah yang “berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam Aku” (1:16).  
Padahal jika kita lihat sebelumnya, Paulus adalah seorang Yahudi yang sangat cakap dan rajin memelihara tradisi nenek moyangnya. Ayat 14 mengintrepetasikan bahwa ia adalah orang (Yahudi) yang lebih maju daripada teman-teman sebayanya. Sebelum mengenal Kristus, hidupnya jauh dari arah iman kristiani atau mempunyai keinginan untuk melepaskan diri dari agama Yahudi. Pertobatan tidak datang dari dalam dirinya melainkan penyataan Kristus dalam dirinya (Jacobs 1992, 23). Dari situlah ia menjadi rasul bagi orang-orang non Yahudi.
Tanggapan para rasul di Yerusalem juga menjadi dasar bagi Paulus untuk menunjukkan kredibilatsnya sebagai seorang rasul. Sebenarnya, Paulus tidak dikenal banyak oleh para rasul di Yerusalem, melainkan hanya berdasarkan berita yang tersebar dari mulut ke mulut. Tetapi Paulus menegaskan bahwa mereka mendengar “pertobatan total” Paulus dan menjadi seorang penyebar Injil, dan orang-orang memuliakan Allah karena Paulus. Dari kejadian inilah Gereja di Yerusalem melihat anugerah Allah hadir melalui pertobatan Paulus (Jacobs 1992, 24).
4.      Sebuah Pertemuan di Yerusalem (2:1-10)
Dengan membandingkan dari Kisah Para Rasul pasal 15, pertemuan yang diceritakan oleh Paulus dalam surat ini adalah perjalanan yang kedua kalinya ke Yerusalem (Matera 1992, 79). Dalam Galatia pasal 2 ayat 1, Paulus mengatakan bahwa perjalanan ini diadakan setelah lewat 14 tahun. Tidak dijelaskan secara rinci kejadian apa yang mengawalinya. Ada dugaan bahwa 14 tahun setelah pertobatannya, ia ke Yerusalem. Ada yang mengatakan juga bahwa 14 tahun setelah kunjungannya kepada Petrus. Namun, dugaan yang paling kuat adalah 14 tahun sesudah karyanya di Siria dan Kilikia (Jacobs 1992, 24).
Paulus mengadakan perjalanan ini bukan karena sebuah undangan, melainkan sebuah penyataan yang hadir dalam dirinya. Paulus mengadakan perjalanan ini guna menyampaikan injil kepada orang-orang yang tak bersunat kepada gereja di Yerusalem. Selain itu, ia juga menghadiri sebuah sidang[3] yang diselenggarakan oleh petinggi gereja Yerusalem. Ia datang kesana bersama dengan Titus, seorang Yahudi yang tidak bersunat (Marxen 2015, 45)
Tidak diceritakan secara rinci apa saja yang dibahas dalam sidang tersebut, namun, sepanjang yang diketahui, petinggi gereja Yerusalem tidak mempersalahkan Injil yang dibawakan oleh Paulus kepada orang-orang non-Yahudi (Marxen 2015, 45).
5.      Antiokhia : Titik Perseteruan Paulus dengan Petrus (2:11-14)
Topik yang ketiga adalah topik yang menceritakan konfrontasi Paulus dengan Petrus. Dalam topik ini, Petrus diceritakan datang berkunjung ke Antiokhia, dan ia makan bersama jemaat disana[4].Kami menduga, kelompok Petrus duduk dan makan  bersama dengan “adat orang tak bersunat”[5]. Namun semua berubah saat kelompok Yakobus datang. Ketika kelompok Yakobus datang menghampiri dan memperhatikan mereka, Petrus dan kawan-kawannya langsung mundur secara teratur. Mungkin secara psikologis, mereka malu dan takut terhadap orang Yahudi lain yang memperhatikan mereka makan dengan cara orang non-Yahudi (Jacobs 1992, 25).
Dari peristiwa inilah Paulus secara tegas mengatakan dan menuliskan dalam surat ini, hal yang menampar para Yahudi “munafik” dalam ayat 14:
Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: “Jikalau engkau, seorang Yahudi hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?
Kejadian ini tidak secara jelas dikatakan kapan waktu terjadinya; apakah sebelum atau sesudah pertemuan di Yerusalem. Jika sebelum pertemuan di Yerusalem, maka dengan sengaja Paulus membalik urutan peringkop ini guna menekankan masalah ini sebagai pengantar pada uraian tanggapan Paulus dalam sengketa dengan orang Galatia (Jacobs 1992, 26).
Namun, jika terjadi setelah peristiwa pertemuan di Yerusalem, maka dapat disimpulkan persidangan di Yerusalem belum menyelesaikan seluruh perkara orang Yahudi di tengah-tengah orang non Yahudi (Jacobs 1992, 26).
6.       Perbedaan Yahudi dan non Yahudi mengenai Taurat (2:15-21)
Tentu berbeda ketika berbicara mengenai orang-orang Yahudi dan non-Yahudi. Namun, menurut Paulus, ketika  masuk ke dalam perspektif iman Kristiani, semuanya akan sama saja. Orang Yahudi yang menaati taurat, atau orang non-Yahudi yang tidak mengenal taurat tidak akan bisa selamat jika tidak menerima keselamatan dan iman dalam Kristus (2:16) (Rosin 1958, 7).
Prinsip inilah yang dipegang oleh Paulus dalam hidupnya.  Menurutnya, taurat tidak bisa menyelamatkan dari dosa. Namun, Paulus juga tidak menyatakan diri sebagai pelanggar hukum taurat (2:18) (Jacobs 1992, 27).

7.       Alasan Paulus mengenai Pandangannya : Pengalaman Rohani umat Galatia (3:1-5)
Kami melihat dalam ayat pertama, Paulus secara tegas (dan mungkin sedikit kasar) menyapa orang Galatia dengan kata-kata “Hai orang-orang Galatia yang bodoh”. Paulus mengatakan bahwa mereka bodoh karena mereka gagal mempertahankan “kemerdekaan injil” dan berbalik kepada hukum taurat (Marxen 2015, 47). Dalam topik ini, Paulus mengingatkan kembali mereka akan pengalaman rohani waktu belum ada orang yang mempropagandakan taurat. Waktu itu mereka betul-betul mengalami roh. Sebuah sia-sia ketika pengalaman rohani itu kalah dengan hukum-hukum taurat (3:3) (Jacobs 1992, 29).

8.       Alasan Paulus mengenai Pandangannya : Kisah Abraham (3:6-14)
Paulus secara teliti mengutip Kejadian 15:6 yang menyatakan bahwa Abraham percaya kepada Allah. Melalui peringkop ini, Paulus ingin menjelaskan bahwa Abraham mempunyai iman yang menghasilkan keselamatan (Marxen 2015, 46). Maksud Paulus sangat jelas : Abraham benar karena iman, bukan karena hukum Taurat. Memang benar bahwa Abraham “benar” bukan karena hukum taurat karena hukum taurat belum ada saat Abraham ada (Jacobs 1992, 29). Selain itu, Paulus juga berargumen bahwa Abraham bukan saja sebagai bapa orang Yahudi saja, melainkan bagi semua orang yang hidup dalam iman. (3:7,9). Kesimpulan ini didukung oleh kutipan dari Kejadian 12:3.
Paulus juga menggunakan kutipan Habakuk 2:4 bahwa orang yang benar karena iman akan hidup, sehingga dalam ayat 12 ia mengatakan bahwa manusia dibenarkan oleh iman dan taurat bukanlah dasar iman. Kutipan ini ingin mengcounter Ulangan 27:26 yang mengatakan bahwa jika orang tidak mau patuh dengan taurat maka ia terkutuk. Paulus menyatakan bahwa selama ini orang-orang Yahudi terbeban dengan taurat bukan karena takut dengan kutukan, melainkan dengan ancaman hukum (Jacobs 1992, 30).

9.       Alasan Paulus mengenai Pandangannya : Janji vs Hukum (3:15-18)
Paulus langsung berargumen bahwa iman kepada Tuhan lebih penting daripada melaksanakan hukum taurat. Ayat 17 mengatakan bahwa Hukum taurat baru muncul 430 tahun setelah peristiwa janji Tuhan kepada Abraham. Janji tersebut adalah dasar keselamatan dan taurat bukanlah sebuah dasar keselamatan (Jacobs 1992, 31).

10.    Alasan Paulus mengenai Pandangannya : Taurat dan Fungsinya (3:19-29)
Paulus berpandangan negatif dengan hukum taurat, bahkan dalam ayat 19 Paulus mengungkapkan bahwa taurat kehilangan maknanya. Memang, sebelum Kristus datang taurat adalah pengawal kehidupan yang mengurung. Oleh karena itu, taurat hanya bersifat sementara. Taurat itu tidak abadi dan juga tidak diberikan secara langsung oleh Allah, melainkan oleh Musa, yang jelas tidak mewakili Allah (3:19-20) (Jacobs 1992, 32-33).

11.    Alasan Paulus mengenai Pandangannya : Kristus (4:1-11)
Dalam topik ini, Paulus mengambil sudut lain mengenai iman dan taurat melalui perumpamaan  seorang ahliwaris yang belum dewasa. Seperti yang kita tahu, bahwa sebelum mencapai umur minimal, seorang ahli waris tidak bisa melakukan apapun terhadap harta warisannya. Metafora ini menggambarkan manusia yang mendapat janji-janji keselamatan, namun belum bisa melakukan apa-apa sebelum Kristus datang (Jacobs 1992, 33).

12.    Alasan Paulus mengenai Pandangannya : Kesetiaan (4:12-20)
Dalam topik ini, Paulus mengangkat memori mengenai hubungan mereka saat jemaat tersebut didirikan. Kedudukan jemaat Galatia sedikit khusus, karena ia didirikan tidak di kota besar (seperti Korintus, Efesus, Filipi, dan Tesalonika). Ia menyampaikan faktor-faktor pribadi ke dalam argumennya. Ia memasukkan peristiwa penerimaan masyarakat Galatia terhadap dirinya, khususnya saat Paulus sakit (4:14).
Kalau dilihat secara cermat, nada bahasa dalam topik ini berubah drastis, yang semula tegas menjadi lembut. Ia tidak memanggil mereka “orang-orang Galatia yang bodoh”, tetapi dengan panggilan “anak-anakku” (4:19). Selain itu, ketika kita membuka ayat yang lebih awal, Paulus memohon mereka agar umat di Galatia mengikuti dia, yang hidup akan iman oleh Kristus. (4:12) (Marxen 2015, 46).
13.    Alasan Paulus mengenai Pandangannya : Kisah (istri-istri) Abraham (4:21-31)
Pada bagian terakhir, Paulus kembali kepada cerita Abraham. Namun bukan sosok Abraham yang ingin diangkat, melainkan para istrinya. Dalam bahasa jawa, topik pembahasan Paulus ini anjlog; Paulus dalam topik sebelumnya melalui pendekatan pribadi, namun tiba-tiba ia kembali kepada kitab suci. Topik ini adalah pengantar dari kesimpulan akhir yang akan dibahas selanjutnya.
Paulus menggambarkan Sara adalah perempua yang merdeka. Sara diceritakan tidak mempunyai anak (Kej 16:1), seakan janji Tuhan hampir “palsu” mengenai keturunan Abraham yang melebihi jumlah bintang di langit. Akhrinya Sara menyuruh Abraham untuk menikahi hambanya (hagar), dan lahirlah Ismael. Namun kemudian, Tuhan memperhatikan Sarah. Akhirnya ia bisa mengandung dan melahirkan Ishak.
Dua perempuan ini digunakan Paulus sebagai kiasan dalam membandingkan “janji” dan “daging”. Sarah melahirkan anak oleh karena janji Tuhan kepada Abraham, sedangkan Hagar melahirkan anak oleh karena “daging”. Memang bahwa tafsiran Kitab ini cukup terkesan dibuat-buat. Namun tujuan dari penafsiran ini jelas, bahwa Paulus ingin menarik kesimpulan bahwa orang-orang kafir dari Galatia sama seperti Ishak yang adalah anak-anak janji (4:28) (Jacobs 1992, 35-37).

14.  Kesimpulan : Dasar Kemerdekaan (5:1-12)
Dalam ayat pertama, Paulus menyatakan bahwa Kristus membawa kemerdekaan bagi manusia dan terbebas dari kuk perhambaan. Ini adalah tema besar dari seluruh isi surat ini : Jangan mau dibelenggu oleh peraturan agama Yahudi. Jemaat Galatia diperhadapkan dengan dua pilihan pasti : menjadi Kristen atau Yahudi.. Paulus secara tegas mengatakan bahwa ketika menyunatkan diri, Kristus sama sekali tidak ada gunanya (5:3-4). Itu juga berlaku bagi orang Kristen, ketika ia sudah menjadi Kristen, sunat dan tradisi Yahudi sudah tidak ada artinya. Bagi orang Kristen, yang berarti adalah iman yang bekerja dalam kasih (5:6) (Jacobs 1992, 38)
Bagi Paulus, hal terpenting bagi orang Kristen adalah bukan mengenai peraturan agama, melainkan sikap hati yang dinyatakan dengan pengabdian terhadap sesama. Kemerdekaan dalam Kristus tidak bisa dibandingkan dengan hidup di bawah “kuk” taurat.
15.  Kesimpulan : Aplikasi Kemerdekaan dan Hasilnya (5:13-6:10)
Kemerdekaan tidak berarti hidup semena-mena. Orang Galatia baru saja menjadi Kristen, sehingga mereka butuh pedoman hidup yang jelas. Paulus mengatakan bahwa jemaat harus hidup dalam roh dan menolak hidup dalam daging. Paulus tidak mau mentah-mentah mengatakan bahwa hidup harus menuruti Taurat. Namun inti dari keseluruhan tauratlah yang digunakan untuk menjadi pedoman hidup. Mengasihi adalah inti dari seluruh taurat dan hal yang paling dibicarakan dalam topik ini. Kalimat”satu terhadap yang lain” dituliskan enam kali (5:13 , 5:15a,b, , 5:26a,b,  , 6:2). Paulus meminta jemaat untuk mengasihi sesame daripada menuruti banyak sekali hukum taurat. (Marxen 2015, 181).

16.  Penutup (6:11-18)
Dalam bagian penutup, terbukti bahwa Paulus telah mendiktekan suratnya kepada seorang penulis, karena setelah itu muncul kesimpulan dalam tulisan tangannya sendiri. Dalam bagian ini, Paulus mengingatkan bahwa “lawan-lawannya” berusaha untuk sombong di depan jemaat Galatia karena sudah melakukan hukum dengan baik. Sebaliknya, Paulus melihat sebuah kemuliaan pada Salib. Surat ini diakhiri dengan kalimat:
Kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus menyertai roh kamu, saudara-saudara! Amin! (Galatia 6:18)

G.    Pokok Teologis
Setelah melihat struktur surat diatas, dapat disimpulkan ada beberapa pokok teologis yang kita bisa lihat, seperti:
1.      Injil yang Paulus sebarkan
Paulus menyatakan bahwa inji yang ia sebarkan adalah injil yang berasal dari penyataan Kristus / wahyu Allah melalui Yesus Kristus yang menyelamatkan manusia (Hakh 2010, 179).

2.      Iman dan Tradisi Hukum Taurat
Para pengacau masuk ke jemaat di Galatia untuk memaksakan sunat dan hukum taurat kepada jemaat (6:13). Oleh karena itu, Paulus menjelaskan peranan taurat bagi orang Kristen. Menurut Paulus, manusia tidak dapat dibenarkan di hadapanAllah oleh pekerjaan taurat (2:16). Tidak ada seorang pun yang sanggup melakukan seluruh hukum taurat, sehingga semua manusia berada dibawah sebuah beban, yaitu beban dalam melaksanakan taurat (5:12)
Janji Allah lebih dulu ada (yang dinyatakan kepada Abraham) sebelum taurat itu eksis. Taurat adalah pemberian yang melalui perantara, seangkan janji / iman adalah pemberian langsung dari Allah tanpa perantara.  Paulus sebagai mantan seorang farisi tidak memberikan pembelaan terhadap posisi hukum taurat. Menurutnya, hukum taurat malah tidak memiliki fungsi yang positif, sebab taurat menyatakan pelanggaran, bahkan memancing pelanggaran.
Oleh karena itu, Paulus menyatakan bahwa kehadiran Kristus membawa Kemerdekaan, yang selama ini kehidupan berada di bawah perhambaan; hamba akan taurat (Hakh 2010, 181).

3.      Baptisan sebagai Perubahan status
Menurut Paulus, baptisan merupakan suatu status yang baru di hadapan Allah. Mereka yang telah dibaptis memiliki hubungan yang baru dengan Allah. (3:26-28). Perubahan status itu juga melingkupi seluruh aspek kehidupan. Tidak ada lagi pemisah antara Yahudi dan non-Yahudi, hamba dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan. Melalui baptisan, semua orang memiliki hubungan dan relasi yang sama (Hakh 2010, 182)

H.    Refleksi
Sangat manusiawi ketika seorang pemimpin jemaat marah ketika melihat kawanan dombanya berbalik dan tidak setia lagi kepada hidup yang benar dalam Kristus. Permasalahan ini sudah sedari dulu menghantui, mulai dari zaman Paulus hingga sekarang. Berbagai cara dilakukan oleh “gembala” agar domba-dombanya tidak tersesat.
Dalam suratnya, Paulus dengan sangat cerdas membandingkan iman dan taurat, meski kita tahu bahwa latar belakang Paulus dulu adalah seorang ahli Taurat yang sangat cakap. Entah apa reaksi orang Galatia ketika mendapat surat itu, namun menurut kami, Paulus sudah melakukan cara yang baik dan tepat.
Dalam kehidupan sekarang, permasalahan itu (secara umum) masih terjadi, namun dengan konteks yang berbeda. Ketika dulu jemaat dikacaukan dengn taurat, mungkin sekarang jemaat dikacaukan dengan pengajaran-pengajar yang dalam perspektif Kristiani dianggap sesat. Ada berbagai cara yang dilakukan “gembala” dalam menuntun domba-dombanya pada jalan yang benar. Seperti contoh Gereja Kristen Indonesia menerapkan perlakuan “Penggembalaan khusus”. Hal merupakan tindakan yang dilakukan oleh gereja ketika melihat dombanya terlihat dari gerak-geriknya keluar dari jalur yang benar.
Semangat Paulus dalam mendidik jemaat patut diteladani. Memang pemimpin umat harus menunjukkan kasih. Namun ketegasan adalah bagian dari kasih, yaitu menjaga domba-dombanya agar selalu berjalan pada jalan yang benar.

References

Douglas, J. D., ed. New Bible Dictionary Second Edition. Leicester: Inter-Varsity Press, 1988.
Drane, John. Memahami Perjanjian Baru, Pengantar Historis-Teologis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Hakh, Samuel Benyamin. Perjanjian Baru; Sejarah, Pengantar, dan Pokok-Pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi, 2010.
Hillyer, N, ed. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, A-L. Vol. I. Jakarta: Yayasan Komunikasi Cinta Kasih, 1994.
Jacobs, Tom. Iman dan Agama, Kekhasan Agama Kristiani menurut Santo Paulus dalam Surat Galatia dan Roma. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Marxen, Willi. Pengantar Perjanjian Baru, Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-Masalahnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.
Matera, Frank J. Sacra Pagina, Galatians. Minesotta: The Liturgical Press, 1992.
Rosin, H. Penjelidikan tentang surat Paulus kepada Orang Galatia. 1958.







[1] Sebagai perbandingan, dalam surat Paulus kepada Galatia, Roma, kedua surat Korintus dan surat-surat deutro-Pauline, Paulus memperkenalkan dirinya sebagai seorang rasul. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, dia memperkenalkan dirinya sebagai hamba Kristus. Dua surat Tesalonika dia hanya memperkenalkan namanya tanpa menyebut profesinya (Matera 1992, 40)
[2] Injil yang diaksud dalam surat ini tidak dikatakan secara persis. Namun menurut kami, “injil lain” merujuk kepada tulisan-tulisan yang bertentangan dengan injil yang diajarkan oleh Paulus, dan  dibuat oleh para pengacau untuk mengasut orang-orang yang ada di Galatia (Gal 1:7).
[3] Sidang yang dimaksud adalah sidang mengenai kebebasan orang non Yahudi dari adat-istiadat orang Yahudi (Jacobs 1992, 25)
[4] Sebagai sebuah gambaran, jemaat di Antiokhia adalah jemaat yang mayoritas (atau bahkan semuanya) tak bersunat / non Yahudi.
[5] Memang tidak dijelaskan bagaimana cara mereka makan, namun kami mempunyai dugaan demikian, karena ketika orang dijamu makan oleh tuan rumah, maka biasanya akan mengikuti adat atau tatacara tuan rumah. Dalam hal ini, mungkin adat orang tak bersunat (orang Yahudi) adalah makan makanan yang diharamkan.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

LDK SMA Kolese de Britto -refleksi/testimoni? entahlah-

Saya Kecewa Ikut Tes Seleksi Calon Mahasiswa GKI! -edisi refleksi-